首页> 外文OA文献 >Keprofesionalan Guru Sejarah Sekolah Menengah Atas udNegeri Di Surakarta
【2h】

Keprofesionalan Guru Sejarah Sekolah Menengah Atas udNegeri Di Surakarta

机译:高中历史教师的专业精神泗水的国家

代理获取
本网站仅为用户提供外文OA文献查询和代理获取服务,本网站没有原文。下单后我们将采用程序或人工为您竭诚获取高质量的原文,但由于OA文献来源多样且变更频繁,仍可能出现获取不到、文献不完整或与标题不符等情况,如果获取不到我们将提供退款服务。请知悉。

摘要

Globalisasi merupakan era kompetisi, era ini dapat pula dipandang udsebagai era pengetahuan karena pengetahuan akan menjadi landasan utama segala udaspek kehidupan. Era pengetahuan merupakan suatu era dengan tuntutan yang udlebih rumit dan menantang. Suatu era dengan spesifikasi tertentu yang sangat udbesar pengaruhnya terhadap dunia pendidikan dan lapangan kerja. Perubahan-udperubahan yang terjadi selain karena perkembangan teknologi yang sangat pesat, udjuga diakibatkan oleh perkembangan yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan, udpsikologi dan transformasi nilai-nilai budaya. Dampaknya adalah perubahan cara udpandang manusia terhadap manusia, cara pandang terhadap pendidikan, udperubahan peran orang tua/guru/dosen serta perubahan pola hubungan antar udmereka. udKemerosotan pendidikan di Indonesia sudah terasakan selama bertahun-udtahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini udtercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum, mulai kuarikulum 1975 uddiganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti dengan kurikulum 1994 dan udkini diganti lagi dengan kurikulum 2007. Apabila dianalisa, kemerosotan udpendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya udprofesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai udpenunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar, yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat; dan udfaktor eksternal, yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana serta udberbagai latihan yang dilakukan guru (Sumargi, 1996). udBerdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Human Development udIndex (HDI), kualitas pendidikan di Indonesia menempati peringkat 102 dari 106 udnegara yang disurvei, dan bahkan satu peringkat di bawah negara Vietnam. udSementara menurut hasil penelitian World Competitiveness Yearbook (WYC), udIndonesia menempati peringkat 46 dari 47 negara yang disurvei pada tahun 1999. udSementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh The Political Economic Risk udConsultation (PERC) menempatkan posisi Indonesia pada peringkat 12 dari 12 udnegara yang disurvei, dan yang memprihatinkan peringkatnya juga di bawah udnegara Vietnam. Berbagai usaha telah dilakukan pemerintah untuk bisa udmeningkatkan kualitas pendidikan nasional, antara lain melalui berbagai pelatihan uddan peningkatan kualitas guru melalui penataran-penataran, penyempurnaan udkurikulum, penyediaan buku paket dan alat pelajaran, perbaikan sarana dan udprasarana pendidikan serta peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun uddemikian, berdasarkan berbagai indikator diperoleh gambaran kualitas pendidikan udbelum menunjukkan peningkatan sesuai yang diharapkan (Purwadi Suhadini, ud2002:5). udPara pakar pendidikan mengungkapkan sedikitnya ada tiga faktor yang udmenyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia tidak mengalami peningkatan yang udberarti. Pertama, kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional udmenggunakan pendekatan education production atau input-output analysis yang tidak dilaksanakan secara konsekuen. Pendekatan ini melihat bahwa lembaga udpendidikan berfungsi sebagai pusat produksi saja, yang apabila dipenuhi semua udinput yang diperlukan dalam kegiatan ini akan menghasilkan output yang uddikehendaki. Kedua, penyelenggaraan pendidikan nasional dilakukan secara udsentralistik, sehingga menempatkan sekolah sebagai penyelenggara pendidikan udsangat tergantung pada keputusan birokrasi yang mempunyai jalur yang sangat udpanjang dan kadang-kadang kebijakan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan udkondisi sekolah. Dengan demikian sekolah kehilangan kemandirian, motivasi dan udinisiatif untuk mengembangkan dan memajukan lembaganya, termasuk udpeningkatan kualitas pendidikan nasional. Ketiga, peran serta masyarakat, udkhususnya orang tua siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini masih uddirasa kurang dalam berpartisipasi membantu demi kemajuan pendidikan putra udputrinya (Depdiknas, 2002 : 3). udMasalah mutu pendidikan tidak lepas dari masalah guru yang merupakan udfaktor paling dominan karena guru di samping mempunyai kelebihan juga udmempunyai kekurangan antara lain kualifikasi dan kompetensi guru yang udheterogen, rendahnya etos kerja dan komitmen guru dalam pengelolaan kelas udhanya tampil sebagai pengajar, kesejahteraan masih belum memadai, penghargaan udterhadap profesi guru dirasakan masih kurang. udKetika mutu pendidikan di Indonesia dipertanyakan, guru dianggap udmenjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu pendidikan, karena udmerekalah yang berada di garda depan dalam dunia pendidikan. Kualitas guru-udguru Indonesia dianggap rendah. Hal ini didasarkan pada realitas bahwa banyak guru yang tidak memenuhi kualifikasi dan kompetensi yang dibutuhkan. Kondisi udini juga sering dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan guru yang sangat rendah. udBagaimana guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik, sementara mereka udmasih bingung harus memenuhi kebutuhan hidupnya yang semakin tidak dapat uddicukupi dengan penghasilan atau gaji yang diterimanya. Berdasarkan realitas itu, udkualitas dan kesejahteraan guru menjadi salah satu solusi dalam menyelesaikan udmasalah rendahnya mutu pendidikan di Indonesia. udKetika Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mengamanatkan udanggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN, memberikan secercah harapan bagi uddunia pendidikan Indonesia. Dengan pendanaan yang memadai, diharapkan dapat udmeningkatkan mutu pendidikan. Untuk merealisasikan hal itu kemudian disahkan udUndang-undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 yang diikuti dengan udterbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Tahun 2007 Nomor 16 tentang udStandar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, dan Nomor 18 tentang udSertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Produk-produk hukum itu merupakan udlangkah awal untuk menjawab permasalahan yang dihadapi dalam dunia udpendidikan di Indonesia. udMenurut Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, kompetensi guru udmeliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan udkompetensi profesional. Keempat kompetensi itulah yang merupakan tolok ukur udkeprofesionalan guru. Sebagai guru sejarah, profesionalisme paedagogis sangat uddiperlukan dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran sejarah. Profesi guru merupakan bidang pekerjaan khusus yang memerlukan udprinsip-prinsip profesional. Guru seharusnya adalah orang yang memiliki bakat, udminat, panggilan jiwa, dan idealisme, sealain itu guru seharusnya memiliki udkualifikasi pendidikan dan latar belakang pendidikan yang sesuai dengan bidang udtugasnya, dan memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang udtugasnya. udPermasalahan yang mendasar dalam upaya pengembangan udprofesionalisme guru adalah sistim penggajian guru yang belum diatur dengan udbaik di mana guru yang berprestasi dan yang tidak berprestasi mendapatkan udpenghasilan yang sama. Walaupun pemerintah telah menerapkan program udsertifikasi, namun program tersebut tidak memberikan peluang kepada seluruh udguru. Sertifikasi hanya dapat diikuti oleh guru-guru yang ditunjuk kepala sekolah udyang notabene akan berpotensi subjektif. udUpaya pengembangan profesionalitas guru ternyata tidak mudah, udterbukti hingga saat ini khususnya guru sejarah di SMA Negeri Surakarta masih udterjebak dalam rutinitas mengajar, sehingga kesempatan untuk mengembangkan udprofesionalitas guru seperti tindakan melakukan penelitian, pengembangan udmetode pembelajaran, pengembangan instrumen evaluasi, dan pengembangan-udpengembangan kegiatan lain yang menunjang profesionalitas guru menjadi udterhambat. udBerdasarkan pengamatan guru-guru sejarah di SMA Negeri Surakarta, udsaat ini masih mengalami kesulitan dalam memahami kurikulum tingkat satuan udpendidikan (KTSP), sehingga guru belum mampu mengembangkan kurikulum sejarah secara individu. Belum adanya pemahaman guru terhadap KTSP tersebut udmenyebabkan penjabaran kurikulum sejarah ke dalam silabus dan RPP masih udtergantung dari kegiatan MGMP, sehingga RPP yang ada belum tentu sesuai uddengan kondisi sekolah. udUpaya peningkatan profesionalitas guru sejarah SMA di Surakarta telah uddiupayakan melalui berbagai cara, di antaranya adalah melalui forum udMusyawarah Guru Mata Pelajaran dan Masyarakat Sejarahwan Indonesia, udseminar-seminar, namun hasilnya belum dapat dirasakan. Masih banyak forum udseperti itu justru dimanfaatkan oleh sebagian guru untuk ajang bisnis buku/LKS udbukan untuk memahami kurikulum sejarah, mengembangakan dalam bentuk udperencanaan pembelajaran, mengimplementasikan pembelajaran dengan baik, dan udmelakukan evaluasi dengan benar. udDari latar belakang permasalahan seperti yang dikemukakan di atas, udmaka dalam penelitian ini akan dilakukan pengkajian tentang profesionalitas guru udsejarah di SMA Negeri Surakarta, dengan menekankan pada profesionalisme udpaedagogik pembelajaran sejarah.
机译:全球化是竞争的时代,这个时代也可以看作是知识的时代,因为知识将成为生活各个方面的主要基础。知识时代是一个要求更加复杂和具有挑战性的时代。具有特定规格的时代将极大地影响教育和就业的世界。发生变化的原因不仅是由于技术的飞速发展,还有科学,语言心理学的非凡发展和文化价值观念的转变。影响是人们看待人类的方式,他们如何看待教育,父母/老师/讲师的角色发生了变化以及他们之间的关系方式发生了变化。多年来,人们一直感觉到印度尼西亚教育水平的下降,这是无数次将课程归咎于印度尼西亚。从1975年的课程替换为1984年的课程,然后是1994年的课程,再到现在的2007年的课程,改变课程的努力就反映了这一点。经分析,教育的下降不是由课程造成的,而是由于教师缺乏专业知识和学生厌恶。作为支持教师顺利履行职责的专业精神,受到两个主要因素的强烈影响,一个是内部因素,其中包括利益和才能。外部因素,即与周围环境,基础设施和老师进行的各种练习有关的东西(Sumargi,1996)。根据人类发展部(HDI)进行的研究结果,在接受调查的106个国家中,印度尼西亚的教育质量排名第102位,甚至比越南低1位。同时,根据《世界竞争力年鉴》(WYC)的研究结果,印度尼西亚在1999年接受调查的47个国家中排名第46。同时,《政治经济风险》(PERC)进行的研究结果将印度尼西亚在1999年中排名第12。接受调查的12个国家/地区也低于越南。政府为提高国民教育质量做出了各种尝试,包括通过各种培训和升级,完善课程,提供教科书和学习工具,改善教育设施和基础设施以及改善学校管理质量来提高教师素质。 。但是,基于各种指标,在获得预期的增长之前,还没有获得教育质量的图像(Purwadi Suhadini,2002-2005:5)。教育专家透露,至少有三个因素导致印度尼西亚的教育质量没有显着提高。首先,国家教育政策和实施使用的教育生产方法或投入产出分析方法不一致。这种方法认为教育机构仅充当生产中心,如果满足了此活动所需的所有投入,将产生期望的产出。第二,国民教育的实施是集中进行的,因此,将学校安排为教育的提供者在很大程度上取决于官僚主义的决定,而这些决定的历程很长,有时颁布的政策不符合学校的条件。因此,学校失去了发展和进步其机构,包括改善国民教育质量的独立性,动力和主动性。第三,到目前为止,社区,尤其是学生家长在教育管理中的作用仍然缺乏参与,以帮助其儿子的教育发展(Depdiknas,2002:3)。教育质量问题不能与最主要因素的教师问题区分开来,因为教师除了具有优势外还具有其他缺点,包括教师资格和能力参差不齐,缺乏职业道德和教师在课堂管理中的投入仅作为指导者出现,福利仍然不足,人们认为缺乏对教师的欣赏。当质疑印度尼西亚的教育质量时,教师被认为是造成教育质量低下的因素之一。,因为它们在教育界处于最前沿。印尼教师的素质被认为很低。这是基于以下事实:许多教师没有达到要求的资格和能力。早期情况通常也与教师福利水平非常低有关。教师如何很好地履行职责,而他们仍然对必须满足自己的生活需求感到困惑,而这些生活需求正越来越无法满足他们的收入或薪水。基于这种现实,教师的素质和福利是解决印度尼西亚教育质量低下的解决方案之一。人民协商会议(MPR)要求将教育预算占APBN的20%时,给印尼教育界带来了一线希望。有了足够的资金,有望提高教育质量。为此,2005年第14号《教师和讲师法》之后是2007年《国家教育部长关于学术资格标准和教师能力的第16号》和《在职教师资格证书》第18号。这些法律产品是解决印度尼西亚教育界面临的问题的第一步。根据2005年第14号法律,教师的能力包括教学能力,个人能力,社会能力和专业能力。这四个能力是教师专业水平的基准。作为历史老师,教学专业性对于提高历史学习质量非常必要。教师专业是需要专业原则的特殊工作领域。教师应是具有才能,兴趣,职业和理想主义的人,此外,教师应具有适合其工作领域的教育资格和教育背景,并根据其工作领域具有必要的能力。努力发展教师专业性的根本问题是教师工资制度尚未得到很好的监管,在该制度中,表现出色的教师和收入不相同的教师。即使政府已经实施了认证计划,但该计划并未为所有教师提供机会。认证只能由学校校长任命的老师来完成,因为这可能会主观上。培养教师专业素养的努力并不容易,直到现在,尤其是泗水州立中学的历史老师仍被困在教学常规中,因此发展教师专业素养的机会包括进行研究,开发学习方法,开发评估工具和支持教师专业性的其他活动的发展受到阻碍。根据Surakarta公立中学历史老师的观察,目前在理解课程水平单元教育(KTSP)方面仍然遇到困难,因此,教师无法开发个人历史课程。老师缺乏对SBC的理解,导致将历史课程转换为教学大纲,并且课程计划仍取决于MGMP活动,因此现有的课程计划不一定与学校的条件兼容。通过各种方式,包括通过主题教师讨论论坛和印尼历史学家学会论坛,研讨会,努力提高苏拉卡尔塔的高中历史教师的专业水平,但结果并未得到人们的认可。仍然有许多类似的论坛,一些教师实际上在其举办图书业务活动时使用了这些论坛,以了解历史课程,以学习计划的形式发展,很好地实施学习并正确进行评估。从上述问题的背景出发,本研究将对Surakarta国立中学历史上的教师专业水平进行评估,强调历史学习教育学的专业水平。

著录项

  • 作者

    Sarwiningsih;

  • 作者单位
  • 年度 2010
  • 总页数
  • 原文格式 PDF
  • 正文语种 {"code":"id","name":"Indonesian","id":20}
  • 中图分类

相似文献

  • 外文文献
  • 中文文献
  • 专利

客服邮箱:kefu@zhangqiaokeyan.com

京公网安备:11010802029741号 ICP备案号:京ICP备15016152号-6 六维联合信息科技 (北京) 有限公司©版权所有
  • 客服微信

  • 服务号