Perilaku mekanika tanah yang sukar diprediksi sangat menyulitkan para ahli dalam merencanakan bangunan-bangunan geoteknik. Salah satu metode yang dikenal yaitu model keadaan kritis yang berasal dari konsep kerja hardening oleh Drucker dkk (1957) kemudian dilanjutkan oleh Roscoe dkk (1963) sebagai awal dari teori keadaan kritis. Menurut teori keadaan kritis, perilaku mekanika tanah dapat diungkapkan dalam bentuk variable tegangan-regangan, perubahan volume dan perubahan tekanan air pori. Dalam menganalisa perilaku tanah maka diperlukan parameter-parameter yang dapat membantu penyederhanaan, dalam menentukan grafik tegangan-regangan. Parameter-parameter tersebut dipergunakan untuk menentukan permukaan batas (yield surface), fungsi keplastikan dan hardening rule. Tujuan utama dari formulasi ini adalah untuk menyediakan model konstitutif yang cocok untuk solusi masalah nilai batas yang dihadapi dalam praktek rekayasa geoteknik. Sebuah model konstitutif yang berbasis pada teori plastisitas yang dikenal dengan model Cam Clay mampu memprediksi perilaku mekanik tanah dengan memuaskan. Beberapa perilaku penting yang dapat diprediksi dari perilaku mekanik tanah melalui model ini adalah perilaku tegangan, deformasi volumetric elastic dan plastic, regangan geser elastic dan plastic, serta tekanan air pori. Model tersebut coba digunakan untuk mengetahui perilaku mekanik tanah pada tanah lempung Garongkong, Barru, dan hasilnya model tersebut dapat memprediksi perilaku mekanik tanah yang terjadi serta mampu menunjukkan tegangan-regangan tanah yang hampir sama dengan uji laboratorium. Beberapa perilaku mekanik dari tanah tersebut juga dapat diketahui dengan cara mensimulasikan dan membandingkannya melalui suatu model konstitutf yang dalam hal ini menggunakan model modifikasi Cam Clay.
展开▼