Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan narasi penafsiran ‘Abd al-Qadir al-Jilani pada Surah al-Fatihah di kitab Tafsir al-Jilani yang dinisbatkan sebagai karyanya. Narasi tersebut kemudian dikaji untuk mendapatkan nilai-nilai sufistik yang ada di dalamnya dan bagaimana implikasinya terhadap praktik dan pemahaman tasawufnya. Penelitian ini perlu untuk dilakukan untuk menemukan gambaran pemikiran tasawuf ‘Abd al-Qadir al-Jilani yang selama ini masih belum banyak diteliti. Surah al-Fatihah yang dianggap “representasi” dari kandungan al-Qur’an secara umum menjadi obyek yang diharapkan merepresentasikan pemikiran tasawuf ‘Abd al-Qadir al-Jilani secara global.udPenelitian ini adalah penelitian pustaka (library research) dengan obyek material pemikiran ‘Abd al-Qadir al-Jilani tentang nilai sufistik dalam penafsirannya terhadap Surah al-Fatihah di Kitab Tafsir al-Jilani. Penelitian ini menggunakan metode tahlily (analisis) dengan pendekatan tasawuf, Kitab Risalah al-Qushayriah karya Abu al-Qasim al-Qushayri dan Kashf al-Mahjub karya al-Hujwiri digunakan sebagai pisau analisisnya untuk mengidentifikasi nilai sufistik yang terdapat di dalam obyek penelitian.udDari kajian penelitian yang sudah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut: Nilai sufistik ‘Abd al-Qadir al-Jilani yang terkandung dalam penafsiran Surah al-Fatihah didasarkan pada penekanan makrifat (mengetahui dan mengenali tentang keberadaan Dhat Tuhan beserta proses penciptaan yang dikaitkan dengan Nama-nama dan Sifat-sifat-Nya) sehingga seseorang punya kesadaran untuk selalu mentauhidkan-Nya. Pemahaman tentang tauhid Dhat-Nya dan proses penciptaan dibagi dalam 2 proses yaitu Tanazzul (penurunan kualitas) dari Dhat, dan Taraqqi> (perjalanan naik) seorang hamba untuk kembala ke Penciptanya. Sedangkan tahapannya dibagi menjadi 3 tahap yakni Martabah al-Ahadiyyah (keEsaan), Martabah al-‘Adadiyyah (keberbilangan), dan Martabah al-‘Ubudiyyah (penghambaan). Jalan kesempurnaan bagi ‘Abd al-Qadir al-Jilani adalah dengan tidak memisahkan antara Shari’ah dan Hakikat, untuk menggapai Surga Dhat-Nya yaitu bermushahadah (bertatap-muka) dengan-Nya. Dalam menuju kesempurnaan itu seseorang harus menggapai fana’ (peniadaan diri), yang dimulai dengan proses ‘uzlah (menepi dan menjauh dari segala potensi yang bisa menjatuhkan dan menggagalkan proses suluk-nya). Fana’ yang beriringan dengan mukashafah (tersingkapnya tabir) adalah anugerah Tuhan yang mungkin bisa digapai dengan proses ‘ubudiyyah (menghambakan diri), ta’ammul dan tadabbur (perenungan mendalam), tawajjuh dan taqarrub (mendekatkan diri), senantiasa bersyukur pada Tuhan, sepenuhnya mencintai dan merindukan pertemuan dengan Tuhan, raja’ (berharap sepenuh hati) melalui do’a-do’a dan munajat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
展开▼