Latar belakang dan tujuan: Perubahan paradigma pelayanan kefarmasian dari sebelumnya berorientasi kepada obat menjadi berorientasi kepada pasien menuntut apoteker pengelola apotek (APA) dapat memberikan pelayanan kefarmasian yang berkualitas, berinteraksi langsung dengan pasien, serta bertanggung jawab terhadap obat yang diberikan. Beberapa hasil penelitian di Indonesia menunjukkan kualitas pelayanan kefarmasian masih di bawah standar dan dipengaruhi oleh kepemilikan apotek, kehadiran, motivasi dan status APA. Penelitian tentang kualitas pelayanan kefarmasian belum banyak dipublikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian dan faktor yang mempengaruhinya di apotek di Kota Denpasar. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan metode survei cross-sectional pada 68 sampel apotek yang dipilih secara acak sistematis dari 214 apotek yang ada di Kota Denpasar. Data dikumpulkan dengan wawancara pada 68 orang APA, pengisian kuesioner oleh pegawai apotek dan observasi untuk mengukur kualitas pelayanan kefarmasian mengacu pada Kepmenkes tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. Data dianalisis secara univariat, bivariat dengan uji chi square pada tingkat kemaknaan ≤0,05 dan analisis multivariat dengan metode regresi logistik. Hasil: Apotek dengan kualitas pelayanan kefarmasian di bawah rata-rata masih cukup tinggi yaitu 33 apotek (48,5%). Analisis bivariat menunjukkan bahwa ada tiga variabel yang berhubungan dengan kualitas pelayanan kefarmasian yaitu kehadiran APA, status APA dan kepemilikan apotek. Analisis multivariat menunjukkan bahwa apotek yang dimiliki sendiri secara bermakna meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian dengan adjusted OR=7,04 (95%CI: 1,5-33,8). Simpulan: Kualitas pelayanan kefarmasian berhubungan dengan kepemilikan apotek.
展开▼