Keberadaan etnis Tionghoa di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sejarahudberdirinya negara ini. Namun kebijakan diskriminatif pemerintah dan stigmatisasiudnegatif dari masyarakat menimbulkan penderitaan bagi etnis ini. Pada tahun 1998udkerusuhan berbasis sentimen anti-Tionghoa merebak di beberapa kota besar diudIndonesia. Ribuan warga Tionghoa kehilangan nyawa, properti mereka dijarah, danudwanitanya diperkosa secara sistematis. Pada tahun 2008 dirilis “Babi Buta Yang InginudTerbang”, sebuah film yang terinspirasi dari kejadian tersebut. Film ini menampilkanudsosok-sosok Tionghoa yang teralienasi sebagai akibat dari perlakuan-perlakuanuddiskriminatif dan stigmatisasi yang diterimanya.udKajian alienasi pada dasarnya merujuk pada suatu kondisi ketika manusiauddijauhkan atau menjauhkan diri dari sesuatu, sesama manusia, alam, budaya, tuhan,udatau bahkan dirinya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanaudalienasi etnis Tionghoa ditampilkan dalam film “Babi Buta Yang Ingin Terbang”.udDengan menggunakan semiotik triadic yang dikembangkan CS Peirce dan tipologiudtandanya, diperoleh berbagai gambaran tentang alienasi etnis Tionghoa yangudumumnya bermuara kepada kebijakan dan pelembagaannya yang diskriminatif sertaudstigmatisasi dan stereotip yang dikembangkan dalam masyarakat. Bentuk alienasi lainudmengambil wujud alienasi-diri (self-alienation), yang justru dilakukan oleh etnisudTionghoa sendiri untuk menghindar dan melindungi diri dari perlakuan-perlakuanuddiskriminatif tersebut.
展开▼