Fokus dari makalah ini adalah memahami pengaruh sosial budaya terhadap produktifitas pertanian lahan kering. Orientasi para petani di wilayah-wilayah target di mana Care bekerja masih sangat dipengarahi oleh cara berpikir yang tradisional. Para petanimemelihara hubungan yang baik di antara Tuhan, alam, nenek moyang, keluarga, dan sanak saudara. Kegiatan petani tidak dikendalikan oleh pasar dan produksi tetapi oleh hubungan yang harmonis. Pola piker yang demikian menimbulkan akibat terhadap kegiatan-kegiatan pertanian. Fenomena pengolahan pertanian yang diamati secara langsung adalahpertanian subsisten. Kegiatan petani tidak bertujuan melibatkan produksi dengan tehnologi inovatif melainkan bagaimana petani menjaga ketersediaan pangan sampai panen berikutnya. Orientasi bukanlah pada produktivitas yang tinggi dan pasar. Oleh karena itu petani tidak memiliki motivasi yang tinggi untuk meningkatkan produksi mereka dan memasarkannya dalam jumlah besar. Untuk memperbaiki kualitas hidup petani, khususnyapendapatan mereka, tenaga penyuluh pertanian harus membangun kesadaran petani untuk orientasi yang baru. Pertanian tradisional atau pertanian subsisten tidak relevan lagi dalam era globalisasi yang sarat dengan kompetisi. Pertanian subsisten harus dirabah menjadi pertanian produktif untuk pasar. Petani sebaiknya terbuka terhadap tehnologi inovatif untuk meningkatkan jumlah produksi serta memelihara kualitas dan ketersediaannya. Agen-agen pembangunan juga harus mengembangkan jaringan pasar bagi petani. Pasar adalah juga factor pendorong untuk melipatgandakan produksi mereka. Nilai-nilai social budaya hanyalah merapakan kekuatan moral untuk menjaga identitas. Akhirnya penulis setuju terhadap pernyataan A.W. Whitehead yang mengatakan mentalitasyang baru lebih penting daripada ilmu dan tehnologi yang baru.
展开▼